Wafa bocah umur 8 th. asal Ampel Boyolali semestinya cuma pikirkan sekolahnya, bermain-main berbarengan rekan-rekan di umur kanak-kanaknya. Tetapi, Wafa tidaklah demikian. Dia juga mesti pikirkan beban hidupnya.
Hari Senin (25/7/2016) mendekati siang, Wafa Dhia Faiha Khairunnisa, 8, masihlah repot dengan buku-bukunya didalam ruangan kelas II, SDIT Annur Ampel, Boyolali.
Dia tampak demikian senang waktu belajar serta bermain dengan beberapa rekannya di sekolah. Seragam merah putih muslimah yang sedikit kebesaran, seakan menutupi beban hidup berat anak yatim asal Dusun Penthur, Desa Selondoko, Ampel.
Wafa, sapaannya, sudah kehilangan ibunya mulai sejak 1, 5 th. lantas. Ibunya wafat dunia sesudah dua bln. melahirkan adik Wafa, Ahmad Tsabiq Elfatin. Sedang ayahnya, Suyadi, 37, alami lumpuh keseluruhan mulai sejak dua th. lantas lantaran jatuh dari pohon jati. Sang adik turut neneknya di Simo, Boyolali.
Dalam kesendirian itu, Wafa juga kerap menuangkan curahan hatinya pada sehelai kertas. “Bu, doakan Wafa, Wafa telah ingin masuk kelas 1”, demikian catat Wafa pada selembar kertas yang diketemukan saudaranya dirumah.
“Dulu kerap sekali sharing melalui tulisan. Saat ini telah ndak pernah mungkin saja telah memahami ibunya telah tak ada, ” kata bibi Wafa, Jamilah, 34, waktu terlibat perbincangan dengan Solopos, Senin.
Wafa masihlah miliki Mak Lah, sapaan Jamilah, yang ingin ngopeni keluarga Wafa. Tetapi, pendapatan Mak Lahtak seberapa, cuma Rp10. 000 sampai Rp15. 000/hari. Walau sebenarnya Mak Lah saat ini jadi tumpuan untuk Wafa, ayahnya, serta nenek Wafa yang bernama Suli. Adik Wafa, Ahmad, bahkan juga sangat terpaksa mesti terpisah dari mereka lantaran dirawat keluarga almarhumah ibunya di Simo.
Merekapun terkadang begitu tergantung dari belas kasihan beberapa tetangga. “Alhamdulillah, banyak tetangga yang perduli dengan Wafa, ” kata Mak Lah, waktu didapati Solopos. com, Senin.
Di umur sekecil itu, Wafa kerap disibukkan dengan pekerjaan dirumah. Seperti memasak untuk bapaknya atau untuk dianya, menolong membereskan pakaian, menanak nasi, dsb.
“Kalau cocok ndak ada Mak Lah, saya masak sendiri. Masak bayam. Beli bayam gunakan duit sendiri, diberi sama orang, ” papar Wafa, yang mengakui telah tak ingat dengan muka ibunya.
Waktu tak ada duit, Wafa juga tahu dianya mesti bersabar. Dia belum dapat menolong ayahnya mencari duit. “Nggak ada duit ya ndak makan dulu. ”Kalau sudah demikian, Mak Lah pasti bakal bergegas mencari utang ke tetangga.
Mujur, Wafa masihlah dapat meneruskan sekolah sesudah memperoleh banyak uluran tangan dari perkumpulan wali murid rekan sekelasnya. Pihak sekolah menggratiskan semua cost sekolah Wafa.
Sedang untuk keperluan sekolah yang lain seperti seragam serta makan siang di sekolah telah dijamin seutuhnya oleh perkumpulan wali murid kelas II.
“Perkumpulan wali murid juga minta supaya Wafa tak dibedakan terutama berkaitan sarana belajar. Bila perlu biaya, bakal dijamin berbarengan oleh perkumpulan wali murid, ”kata Kepala SDIT Annur, Selondoko, Ampel, Erma Yulianti.
Di kelas, Wafa termasuk anak yang pintar hingga banyak wali murid yang simpatik. “Waktu kelas I tempo hari, dia bisa rangking V di kelas. ”
Penderitaan Wafa semakin berat. Terkecuali lumpuh, ayahnya barusan melakukan operasi batu empedu di RSUD Pandanarang Boyolali hingga perlu cost yang cukup banyak.
Ketua RT 001 Dusun Penthur, Desa Selondoko, Ampel, Sudardi, prihatin dengan keadaan keluarga Suyadi. Orang-orang Dusun Pentur suka-rela menghimpun donasi tiap-tiap selapan untuk menolong keperluan hidup keluarga Wafa.
sumber ; gaul.solopos.com